Monday, April 16, 2012

Subtantif VS Prosedural

Menarik sekali ketika membaca tulisan Andi Saputra  (Wartawan Detik.com) yang berjudul “Denny Vs Yusril: Perang Keadilan Substantif Vs Keadilan Prosedural”. Adalah ketika dua profesor hukum yang merupakan Guru Besar Hukum  di Universitas terbaik ( UI dan UGM) di Indonesia saling “berperang” di media maupun di persidangan.

Kita tidak akan membahas panjang lebar mengenai tulisan Andi Saputra tersebut, tetapi hal yang patut dicermati dan dalami adalah ketika hal “subtantif” dengan “prosedural” saling “berperang”. Dan faktanya, “peperangan” itu juga telah terjadi pada rutinitas kita sehari-hari tanpa disadari atau tidak.

Sebagai contoh yang paling anyar adalah pengunaan Kartu JPL (Jemput Pelanggan). Ketika JPL diterapkan, tujuan utama adalah memperlancar transaksi sehingga mempercepat waktu antrian. Namun, ketika sebuah prosedur diterapkan yakni penggunaan Kartu JPL sebagai fungsi kontrol, maka subtansi dari JPL tersebut agak sulit dicapai dikarenakan proses yang dibutuhkan semakin bertambah dan itu dibayar dengan jumlah waktu transaksi. Sehingga, kecepatan waktu transaksi lebih lambat daripada tidak mengunakan Kartu JPL.

Contoh lain adalah penggunaan GTO , menurut Direktur Bisnis Mikro dan Ritel Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin mengatakan, dengan e-Toll Card maka pengguna tol tak perlu antre berlama-lama di gerbang tol seperti jika dengan pembayaran tunai. Dengan Tujuan yang “mulia” tersebut maka provider tol memanjakan pengguna e-Toll dengan dirilisnya GTO (Gardu Tol Otomatis) sebagai “proses” , dengan harapan subtansi dari penggunaan e-Toll dapat tercapai.

Namun, kenyataannya saat ini penjualan e-Toll saat ini sangat mengecewakan. Seperti yang diungkap oleh Meneg BUMN Dahlan Iskan hingga akhir Juni 2012 Bank Mandiri menargetkan penjualan 650 ribu kartu e-Toll card, atau sekitar 25% dari seluruh pengguna jalan tol, tetapi ternyata e-toll kurang laku dipasaran. Hal ini menyebabkan distribusi antrian menjadi tidak seimbang, beberapa gerbang tol konvensional yang dialih fungsikan menjadi  GTO menjadi tidak dapat menyerap lalin secara maksimal dan gardu non GTO pun akhirnya kewalahan dan pada akhirnya GTO menjadi kontraproduktif.

Sebenarnya masih banyak contoh-contoh lainnya terutama di kalangan operasional, begitu banyak “peperangan” terjadi apalagi bila dalam  pengambilan keputusan dalam situasi “darurat”. Kembali ke tulisan Andi Saputra ,menurut mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan dalam menyikapi polemik antara dua profesor hukum, beliau menyatakan bahwa antara keadilan prosedural dan keadilan substansial haruslah berjalan beriringan.

Pendapat Bagir Manan itu ada baiknya dijadikan salah satu bahan pertimbangan kita dalam membangun sistem yang mapan (established system).Yakni, menjadikan sebuah “peperangan” antara subtansi dan prosedur sebuah hal yang mustahil, sehingga  produktivitas tinggi dan peningkatan kinerja adalah “buah” yang mudah untuk dipetik.

Tidak disebutkan denga  jelas dalam referensi manapun, mana yang benar mana yang salah, subtansi kah? Atau prosedur kah ?,tetapi yang jelas evaluasi terus menerus menjadi hukum wajib dalam menjalankan sistem yang telah berjalan.CMIIW (wiwitwibowowidadi.blogspot.com)

sorce: Googling


1 comment: